Munir Said Thalib, seorang aktivis hak asasi manusia, meninggal pada 7 September 2004, tepat 17 tahun yang lalu. Munir diracun dengan arsenik dalam penerbangan dari Jakarta ke Belanda. Hingga hari ini, kasus pembunuhan pendiri Imparsial dan anggota Komisi U = Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) masih belum terungkap, sehingga tidak mungkin untuk mengidentifikasi pelakunya.
Kronologi Pembunuhan Munir
Penerbangan GA-974 dari Jakarta menuju Negeri Kincir Angin, Belanda, lepas landas pada pukul 21:55 WIB pada Senin, 6 September 2004. Munir berniat melanjutkan studinya di Amsterdam, Belanda, dengan menaiki maskapai tersebut.
Pesawat tersebut sempat singgah di Bandara Changi Singapura. Munir merasa sakit perut setelah minum segelas jus jeruk dalam perjalanan ke Amsterdam.
Dirinya dikabarkan sakit sebelum meninggal pada pukul 08:10 waktu setempat, dua jam sebelum mendarat di Bandara Schiphol di Amsterdam. Menurut bukti, pesawat lepas landas dari Bandara Changi setelah menyelesaikan perjalanan.
Munir sudah berkali-kali ke kamar mandi dan tampak sakit. Penumpang lain, seorang dokter, dapat membantunya. Ia dibawa ke meja dokter dan mendapat perawatan medis. Munir dinyatakan meninggal tak lama kemudian, di ketinggian 40.000 kaki di tanah Rumania.
Hasil Investigasi
Penumpang tidak diperbolehkan pergi setelah penerbangan GA-974 mendarat di Belanda, menurut aturan otoritas bandara ketika seorang penumpang meninggal di dalam pesawat. Penumpang baru dapat turun setelah menjalani pemeriksaan selama 20 menit. Jenazah Munir dievakuasi dan ditempatkan di bawah kendali petugas bandara. Otopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian penerima beberapa penghargaan HAM di Indonesia. Jenazahnya dimakamkan di Batu, Malang pada 12 September 2004.
Hasil otopsi jenazah Munir dirilis oleh Lembaga Forensik Belanda (NFI). Dia meninggal karena keracunan arsenik. NFI sebelumnya menyatakan bahwa hasil otopsi akan tersedia dalam dua minggu, namun ternyata hasilnya baru tersedia setelah satu bulan. Makam Munir dinodai dan keluarganya menyetujui otopsi kedua.
Tersangka Pembunuhan
Pollycarpus Budihari Priyanto menjadi tersangka. Pada 19 Maret 2005, enam bulan setelah kasus tersebut, tim penyidik Mabes Polri menetapkan Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai tersangka dan memenjarakannya di Rutan Mabes Polri.
Baca Juga : 4 Fakta Guinea, Negara Termiskin Yang Dikudeta Militer
Pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto, Ketua PT Garuda Indonesia Indra Setiawan dan Sekretaris Pilot PT Garuda Indonesia Airbus 330 Rohainil Aini juga dijatuhi hukuman setelah putusan pengadilan. Muchdi Purwopranjono, mantan Deputi V Badan Intelijen Negara, juga dituding sebagai pendukung pembunuhan Munir oleh Kejaksaan. Namun, dia dibebaskan oleh juri Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Keputusan itu dikuatkan oleh Mahkamah Agung.
Pada 25 Desember 2006, Pollycarpus Budihari Priyanto dibebaskan. Dia seharusnya dibebaskan pada 19 Maret 2007, tetapi dia menerima dua remisi yaitu satu untuk Natal dan dua untuk sisa tahun ini. Keputusan ini mengecewakan mendiang istri Munir, Suciwati, dan Usman Hamid dari Panitia Aksi Solidaritas Munir.
Mereka mempertanyakan kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan remisi saat itu. Mereka merasa presiden acuh tak acuh terhadap rasa keadilan masyarakat, juga menimbulkan keraguan atas komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kasus tersebut.